KOMISI VII SOROTI KEJANGGALAN PRODUKSI TIMAH

15-04-2011 / KOMISI VII

Komisi VII DPRRI segera memanggil Bea dan Cukai untuk menjelaskan dokumen ekspor timah asal Bangka Belitung. Sebab hasil kunjungan kerja ke Provinsi Bangka Belitung,11-14 April minggu lalu, menemukan kejanggalan antara volume ekspor dengan kemampuan produksi.

“Selain memanggil Bea dan Cukai, kita juga akan memanggil Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), nah di situ kita bisa check berapa nilai ekspor timah dari sini dan  Kita akan lakukan cross check jumlah ekspornya. Nanti akan diketahui kira-kira berapa jumlah yang jebol,”jelas Ketua Rombongan Kunjungan Kerja Komisi VII, Achmad Farial (FPPP) saat kunjungan kerja ke Sungailiat, Rabu (13/4).

Komisi VII meminta Kantor Bea dan Cukai di Bangka Belitung untuk melakukan pengawasan ekstra terhadap dokumen pengiriman timah ke luar negeri.Selain masalah ekspor, Komisi VII beharap pemerintah daerah melalui Dinas Pertambangan dan Energi dibantu kepolisian mengawasi kegiatan penambangan tanpa izin.“Semua aparat harus bekerja sama. Sebab ini demi kepentingan negara,” ujarnya.

Farial mengakui bahwa pajak dan royalti yang masuk ke kas negara tidak terlalu besar. Menurut informasi yang diperolehnya, kemampuan PT. Timah dalam memproduksi timah hanya sekitar 50.000 ton per tahun. Sementara PT. Koba Tin hanya mencapai 8 ribu hingga 10 ribu ton per tahun.

“Menurut informasi yang saya dapat, PT. Timah hanya memproduksi timah sebanyak sekitar 50 ribu ton pertahun, ada lagi PT. Koba Tin hanya sekitar 8 ribu hingga 10 ribu ton per tahun, jadi ada kelebihan sekitar 30 ribuan ton yang tidak terdaftar apakah masuk royalti atau bukan saya tidak tahu,” terangnya.

Dia menggambarkan, penghasilan dalam bentuk pajak dan royalti hampir mencapai 1,8 triliun per tahun. Berarti dari 50 ribu ton timah, PT. Timah, Tbk hanya membayar sekitar 2 triliun dalam bentuk pajak dan royalti.

“Kalau 30 ribu ton pertahun tinggal hitung saja, berarti 76 persen dari 2 triliun tadi, inilah yang jadi pertanyaan bagi DPR. PT. Timah membayar pajak dan royalti sesuai dengan kapasitas produksinya yakni 50 ribu ton pertahun, sedangkan timah ekspor kita hampir mencapai 100 ribu ton, jadi yang 30 ribu ton kemana?,”tanyanya.

Farial menambahkan, Dia meminta agar perusahan penambangan juga dapat memenuhi sejumlah kewajiban, termasuk kewajiban mereklamasi lahan bekas penambangan. “Lahan yang sudah digali oleh PT Timah sesuai dengan kewajibannya mesti direklamasi.

“Seandainya lahan sudah ditambang tidak direklamasi maka kita akan getok kepalanya. Kalau yang melakukan perusakan itu penambang liar, siapa yang akan kita getok, sebab kita tidak tahu. Dan itulah yang menjadi masalah saat ini,” tegas Farial.

Menanggapi pernyataan Komisi VIIKepala Seksi Kepabean dan Cukai, Taufik mengaku tidak bisa memberikan data. Menurutnya bagi siapapun termasuk instansi harus mengirimkan permintaan resmi tertulis ke Direktorat Jendral Bea dan Cukai Jakarta."Sesuai Surat Edaran 12/DC/2006 kita tidak bisa memberikan data. Jika mau langsung ke pusat,"tegasnya.

Mengenai volume ekspor timah dengan kemampuan produksi yang tidak sebanding, Taufik mengatakan telah melakukan pengawasan terhadap aktivitas ekspor balok timah ini. “Kita juga punya unit pengawasan di Bangka Belitung. Sudah pastikalau DPR mempertanyakan,kita siap,”pungkasnya. (ra)

BERITA TERKAIT
Program MBG Diluncurkan: Semua Diundang Berpartisipasi
06-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Gizi Nasional dijadwalkan akan meluncurkan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hari ini, Senin, 6 Januari 2025....
Komisi VII: Kebijakan Penghapusan Utang 67 Ribu UMKM di Bank BUMN Perlu Hati-Hati
04-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyoroti rencana pemerintah yang akan menghapus utang 67 ribu...
Pemerintah Diminta Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif Indonesia
03-01-2025 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini dituntut untuk menata dan...
Dina Lorenza Dukung Kenaikan PPN: Harus Tetap Lindungi Masyarakat Menengah ke Bawah
24-12-2024 / KOMISI VII
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza mendukung rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen...